Keris: Warisan budaya penuh makna
Keris:
Warisan budaya penuh makna
Kota surakarta
atau yang biasa disebut Solo, menganut semboyan Spirit Of Java yang dapat diartikan sebagai semangat budaya jawa.
Dengan Menjunjung tinggi kebudayaan jawa, terekam disela aktivitas masyarakat
dan terpaku di sudut-sudut kota berbagai macam budaya dan pusaka. Salah satu
pusaka tersebut adalah keris.
Zaman
dahulu keris berfungsi sebagai senjata. Seiring berkembangnya zaman dan
masuknya budaya barat ke indonesia, fungsi keris sebagai senjata tergeser oleh
senjata api. Kini keris beralih fungsi sebagai pusaka sakral dan masih
digunakan dalam berbagai upacara adat jawa.
Selain
sebagai senjata dan pusaka, dalam keris tersimpan banyak makna yang
mencerminkan kearifan dalam kehidupan. Mulai dari proses pembuatan keris,
bentuk fisik keris, sampai penggunaan keris memiliki makna yang berhubungan
dengan kehidupan manusia.
Dalam
proses pengerjaan pusaka keris, dilakukan oleh empu dan beberapa pekerja. Dari
proses pengerjaan ini memiliki makna bahwa dalam mencapai tujuan hidup manusia
harus saling bekerja sama satu dengan yang lainnya. Sebelum mengerjakan
pembuatan keris pun seorang empu dan pekerjanya harus memanjatkan doa kepada
Yang Maha Kuasa. Makna yang terkandung adalah setiap ingin melakukan kegiatan
manusia harus selalu memohon restu dari Yang Haha Agung supaya lancar dalam
pekerjaannya tersebut.
Keris
memiliki dua macam bentuk, yaitu lurus dan berlekuk-lekuk atau disebut dengan “luk”. Untuk keris yang berbentuk luk
selalu memiliki jumlah luk yang ganjil. Dalam filosofi jawa ganjil berarti
belum genap sehingga masih harus disempurnakan. Dalam kehidupan ini bermakna
bahwa manusia dilahirkan masih dalam keadaan kurang sempurna dalam artian
batin, sehingga manusia harus terus belajar dan beribadah agar menjadi genap.
Hubungan
antara keris dan sarungnya yang presisi juga mempunyai arti secara khusus.
Dalam masyarakat jawa hubungan ini diartikan sebagai hubungan yang akrab,
menyatu untuk mencapai keharmonisan dunia. Sehingga lahirlah filosofi “Manunggaling
Kawulo Gusti”, selarasnya manusia dengan Tuhannya, selarasnya rakyat
dengan pemimpinya sehingga tercipta kehidupan yang damai, tentram dan
sejahtera.
Dalam
penggunaan keris sebagai benda pusaka atau Tosan
Aji, keris juga memiliki makna yang khusus. Pada zaman kerajaan keris
menjadi simbol kepercayaan raja terhadap adipatinya. Ketika seorang raja
memberikan sebuah keris kepada bangsawan keraton, itu berarti sang raja
mengakui keunggulan dan percaya kepada bangsawan keraton tersebut. Namun jika
kepercayaan tersebut dirusak oleh bangsawan itu sendiri, maka sang raja akan
mengambil kembali keris yang sudah ia berikan.
Dalam
upacara pernikahan jawa pun menggambarkan akan petingnya keberadaan pusaka
keris. Bagi seorang pengantin laki-laki wajib hukumnya menyematkan keris
dibelakang pinggangnya. Hal ini juga memiliki arti tersendiri. Keris merupakan
simbol kejantanan bagi seorang laki-laki.
“keris merupakan standar kebutuhan bagi laki-laki” kata empu Subandi, salah
satu empu keris yang ada di Solo. Penempatan keris dibelakang pun juga memiliki
arti akan sifat dan watak dari orang jawa, yaitu lemah lembut dan tidak
menunjukan kekuatannya jika tidak terpaksa.
Meskipun
keberadaan keris sebagai benda pusaka memiliki banyak filosofi kehidupan, namun
semakin lama filosofi tersebut mulai dipudarkan. Tegeserkan oleh pemikiran
manusia yang hanya menerima pengetahuan yang rasionel dan telah teruji secara
empiris.
ijin dijadiin referensi ya, om...
BalasHapussayanusantara.blogspot.co.id