Festival Payung Solo

18.39 0 Comments



Warna-Warni Budaya Payung

“Solo kota budaya.” Begitulah salah satu slogan yang menggambarkan keunikan kota Solo. Benar saja banyak even budaya yang diselenggarakan oleh kota asal presiden joko widodo ini. Salah satu even yang menarik dan baru diselenggarakan tahun 2014 ini adalah festival payung.





Hari itu tanggal 28 november 2014. Karena sedang libur aku putuskan untuk datang keacara festival payung yang diselenggarakan di taman Balaikambang. Selain tempatnya luas, taman Balaikambang dipilih karena merupakan taman kota Solo yang dulunya adalah taman keraton Mangkunegaran. 

Saat memasuki gerbang masuk taman kita disambut dengan rentetan payung yang digantung sepanjang jalan masuk ke taman. Sungguh merupakan hal yang indah melintasi jalan masuk sambil memandang rentetan payung yang ditata rapi di atas kepala kita.

Sepanjang jalan masuk taman banyak orang-orang yang mengabadikan momen ini dengan berfoto selfie atau pun bersama-sama. Rentetan payung warna-warni yang ditata rapi memberi kesan suasana ceria bagi setiap orang yang melihatnya. Sehingga memang menarik untuk berfoto dengan background payung-payung. Selain itu, acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai seni budaya, seperti tari dan workshop pembuatan payung.

Setelah puas foto-foto, aku segera mencari panitia acara ini untuk bertanya-tanya. Aku pun bertemu dengan mas Rey yang merupakan koordinator festival ini. Dari hasil wawancaraku, ternyata festival payung ini sendiri diselenggarakan tidak hanya semata-mata untuk menarik pengunjung datang ke taman Balaikambang. Namun juga mempunyai tujuan yang menarik, yaitu untuk menjaga kejayaan payung yang merupakan salah satu akar budaya yang ada di indonesia. Selain itu juga untuk mengembalikan kejayaan industri pembuatan payung yang merupakan salah satu sumber ekonomi masyarakat.


Festival payung ini juga merupakan festival pertama di indonesia yang menggunakan payung sebagai obyek festival dan Solo merupakan tempat pertama yang menyelenggarakan. Kedepan harapannya acara ini mampu menjadi  agenda tahunan kota Solo, nasional dan bahkan sampai internasional. Wow... keren...

0 komentar:

Keris: Warisan budaya penuh makna

22.20 1 Comments



Keris: Warisan budaya penuh makna
Kota surakarta atau yang biasa disebut Solo, menganut semboyan Spirit Of Java yang dapat diartikan sebagai semangat budaya jawa. Dengan Menjunjung tinggi kebudayaan jawa, terekam disela aktivitas masyarakat dan terpaku di sudut-sudut kota berbagai macam budaya dan pusaka. Salah satu pusaka tersebut adalah keris.








Zaman dahulu keris berfungsi sebagai senjata. Seiring berkembangnya zaman dan masuknya budaya barat ke indonesia, fungsi keris sebagai senjata tergeser oleh senjata api. Kini keris beralih fungsi sebagai pusaka sakral dan masih digunakan dalam berbagai upacara adat jawa.

Selain sebagai senjata dan pusaka, dalam keris tersimpan banyak makna yang mencerminkan kearifan dalam kehidupan. Mulai dari proses pembuatan keris, bentuk fisik keris, sampai penggunaan keris memiliki makna yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
Dalam proses pengerjaan pusaka keris, dilakukan oleh empu dan beberapa pekerja. Dari proses pengerjaan ini memiliki makna bahwa dalam mencapai tujuan hidup manusia harus saling bekerja sama satu dengan yang lainnya. Sebelum mengerjakan pembuatan keris pun seorang empu dan pekerjanya harus memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa. Makna yang terkandung adalah setiap ingin melakukan kegiatan manusia harus selalu memohon restu dari Yang Haha Agung supaya lancar dalam pekerjaannya tersebut.
Keris memiliki dua macam bentuk, yaitu lurus dan berlekuk-lekuk atau disebut dengan “luk”. Untuk keris yang berbentuk luk selalu memiliki jumlah luk yang ganjil. Dalam filosofi jawa ganjil berarti belum genap sehingga masih harus disempurnakan. Dalam kehidupan ini bermakna bahwa manusia dilahirkan masih dalam keadaan kurang sempurna dalam artian batin, sehingga manusia harus terus belajar dan beribadah agar menjadi genap.
Hubungan antara keris dan sarungnya yang presisi juga mempunyai arti secara khusus. Dalam masyarakat jawa hubungan ini diartikan sebagai hubungan yang akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan dunia. Sehingga lahirlah filosofi “Manunggaling Kawulo Gusti”, selarasnya manusia dengan Tuhannya, selarasnya rakyat dengan pemimpinya sehingga tercipta kehidupan yang damai, tentram dan sejahtera.
Dalam penggunaan keris sebagai benda pusaka atau Tosan Aji, keris juga memiliki makna yang khusus. Pada zaman kerajaan keris menjadi simbol kepercayaan raja terhadap adipatinya. Ketika seorang raja memberikan sebuah keris kepada bangsawan keraton, itu berarti sang raja mengakui keunggulan dan percaya kepada bangsawan keraton tersebut. Namun jika kepercayaan tersebut dirusak oleh bangsawan itu sendiri, maka sang raja akan mengambil kembali keris yang sudah ia berikan.
Dalam upacara pernikahan jawa pun menggambarkan akan petingnya keberadaan pusaka keris. Bagi seorang pengantin laki-laki wajib hukumnya menyematkan keris dibelakang pinggangnya. Hal ini juga memiliki arti tersendiri. Keris merupakan simbol kejantanan bagi seorang laki-laki. “keris merupakan standar kebutuhan bagi laki-laki” kata empu Subandi, salah satu empu keris yang ada di Solo. Penempatan keris dibelakang pun juga memiliki arti akan sifat dan watak dari orang jawa, yaitu lemah lembut dan tidak menunjukan kekuatannya jika tidak terpaksa.
Meskipun keberadaan keris sebagai benda pusaka memiliki banyak filosofi kehidupan, namun semakin lama filosofi tersebut mulai dipudarkan. Tegeserkan oleh pemikiran manusia yang hanya menerima pengetahuan yang rasionel dan telah teruji secara empiris.

1 komentar: